Rabu, 11 Agustus 2010

BENTUK-BENTUK KEWAJIBAN ANAK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

Oleh
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Bentuk-bentuk berbuat baik kpd kedua orang tua ialah :

PERTAMA.
Bergaul dengan keduanya dengan cara yg baik. Di dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kpd seorang mu’min termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kpd kedua orang tua kita.

Dalam nasihat perkawinan dikatakan agar suami harus senantiasa berbuat baik kpd istri, tetapi kepada kedua orang tua harus lebih baik daripada kpd istri. Karena dia yg melahirkan, mengasuh, mendidik dan banyak jasa lain kpd kita.


Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka fardhu ‘ain) dgn meninggalkan orang tua dalam keadaan menangis, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, Kembali dan buatlah keduanya tertawa seperti engkau telah membuat keduanya menangis [Hadits Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i]. Dalam riwayat lain dikatakan : Berbaktilah kpd kedua orang tuamu [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Ada riwayat lain yang cukup panjang berkaitan dengan hal tersebut diatas. Dari Jabir Ra meriwayatkan, ada laki-laki yang datang menemui Nabi Saw dan melapor, dia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku ...." "Pergilah Kau membawa ayahmu kesini", perintah beliau.

Bersamaan dengan itu Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata: "Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan kepadamu, kalau orangtua itu datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh teliganya.

Ketika orang tua itu tiba, maka nabi pun bertanya kepadanya: "Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil uangnya?" Lelaki tua itu menjawab: "Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu) nya, atau untuk keperluan saya sendiri?" Rasulullah bersabda lagi: "Lupakanlah hal itu"

"Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu!" Maka wajah keriput lelaki itu tiba-tiba menjadi cerah dan tampak bahagia, dia berkata: "Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah Swt berkenan menambah kuat keimananku dengan ke-Rasul-anmu. Memang saya pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya ..."

Nabi mendesak: "Katakanlah, aku ingin mendengarnya." Orang tua itu berkata dengan sedih dan airmata yang berlinang: "Saya mengatakan kepadanya kata-kata ini:

'Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda.
Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas.
Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah, lantaran sakit dan deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah yang sakit, bukan kau yang menderita.
Lalu airmataku berlinang-linang dan meluncur deras.
Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti akan datang.
Setelah engkau dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan.
Sayang..., kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan daku seperti tetangga jauhmu.
Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu menempel di dirimu ..., seakanakan kesejukann bagi orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.'


Selanjutnya Jabir berkata: "Pada saat itu Nabi langsung memegangi ujung baju pada leher anak itu seraya berkata: "Engkau dan hartamu milik ayahmu!" (HR. At-Thabarani dalam "As-Saghir" dan Al-Ausath).
Rasulullah Saw pernah berkata kepada seseorang, "Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu." (Asy-Syafi'i dan Abu Dawud).

KEDUA
Yaitu berkata kpd keduanya dgn perkataan yg lemah lembut. Harus dibedakan berbicara dgn kedua orang tua dan berbicara dgn anak, teman atau dgn yg lain. Berbicara dgn perkataan yg mulia kpd kedua orang tua, tdk boleh mengucapkan ‘ah’ apalagi mencemooh dan mencaci maki atau melaknat keduanya krn ini mrpk dosa besar dan bentuk kedurhakaan kpd orang tua. Jika hal ini sampai terjadi, wal iya ‘udzubillah.

Kita tdk boleh berkata kasar kpd orang tua kita, meskipun kedua berbuat jahat kpd kita. Atau ada hak kita yg ditahan oleh orang tua atau orang tua memukul kita atau kedua belum memenuhi apa yg kita minta (misal biaya sekolah) walaupun mereka memiliki, kita tetap tdk boleh durhaka kpd keduanya.

KETIGA
Tawadlu (rendah hati). Tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau mempunyai jabatan di dunia, krn sewaktu lahir kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yg menolong dgn memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.

Apabila kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yg kita anggap ringan dan merendahkan kita yg mungkin tdk sesuai dgn kesuksesan atau jabatan kita dan bukan sesuatu yg haram, wajib bagi kita untuk tetap taat kpd keduanya. Lakukan dgn senang hati krn hal tersebut tdk akan menurunkan derajat kita, krn yg menyuruh ialah orang tua kita sendiri. Hal itu mrpk kesempatan bagi kita untuk berbuat baik selagi keduanya masih hidup.

KEEMPAT
Yaitu memberikan infak (shadaqah) kpd kedua orang tua. Semua harta kita ialah milik orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215. Artinya : "Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya"

Jika seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkan yg pertama ialah kpd kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yg dalam perjalanan. Beruntuk baik yg pertama ialah kpd ibu kemudian bapak dan yg lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.

“Arti : Hendaklah kamu berbuat baik kpd ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yg terdekat dan yg terdekat” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu’awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata Tirmidzi, “Hadits Hasan”]

Banyak Anak laki-laki yg telah menikah tdk menafkahkan harta lagi kpd orang tuanya krn takut kpd istrinya, hal ini sangat tdk dibenarkan. Yang mengatur harta ialah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki ialah pemimpin bagi kaum wanita. Harus dijelaskan kpd istri bahwa kewajiban yg utama bagi anak laki-laki (meskipun sudah menikah/berkeluarga) ialah berbakti kpd ibu (kedua orang tuanya) setelah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban yg utama bagi wanita yg telah bersuami setelah kpd Allah dan Rasul-Nya ialah kpd suaminya. Ketaatan kpd suami akan membawa ke surga. Namun demikian suami hendak tetap memberi kesempatan atau ijin agar istri dpt berinfaq dan beruntuk baik lain kpd kedua orang tuanya.

KELIMA
Mendo’akan orang tua. Sebagaimana dalam ayat “Robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro” (Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil). Seandai orang tua belum mengikuti dakwah yg haq dan masih beruntuk syirik serta bid’ah, kita hrs tetap berlaku lemah lembut kpd keduanya. Dakwahkan kpd kedua dgn perkataan yg lemah lembut sambil berdo’a di malam hari, ketika sedang puasa, di hari Jum’at dan di tempat-tempat dikabulkan do’a agar ditunjuki dan dikembalikan ke jalan yg haq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila kedua orang tua telah meninggal maka :

Yang pertama : Kita lakukan ialah meminta ampun kpd Allah Ta’ala dgn taubat yg nasuh (benar) bila kita pernah beruntuk durhaka kpd kedua orang tua sewaktu mereka masih hidup. Yang kedua : Adalah mendo’akan kedua orang tua kita.

Menurut hadits-hadits yg shahih tentang amal-amal yg diperuntuk untuk kedua orang tua yg sudah wafat, ialah :

[1] Mendo’akannya
[2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] Membayarkan hutang-hutangnya
[5] Melaksanakan wasiat yg sesuai dgn syari’at.
[6] Menyambung tali silaturrahmi kpd orang yg kedua juga pernah menyambungnya

[Diringkas dari beberapa hadits yg shahih]

Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

“Arti : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguh termasuk kebaikan seseorang ialah menyambung tali silaturrahmi kpd teman-teman bapak sesudah bapak meninggal” [Hadits Riwayat Muslim No. 12, 13, 2552]

Dalam riwayat yg lain, Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma menemui seorang badui di perjalanan menuju Mekah, mereka orang-orang yg sederhana. Kemudian Abdullah bin Umar mengucapkan salam kpd orang tersebut dan menaikkan ke atas keledai, kemudian sorban diberikan kpd orang badui tersebut, kemudian Abdullah bin Umar berkata, “Semoga Allah membereskan urusanmu”. Kemudian Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhumua berkata, “Sesungguh bapak orang ini ialah sahabat karib dgn Umar sedangkan aku mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Arti : Sesungguh termasuk kebaikan seseorang ialah menyambung tali silaturrahmi kpd teman-teman ayahnya” [Hadits Riwayat Muslim 2552 (13)]

Kesimpulan :
Baik Anak Laki-laki maupun Anak perempuan mempunyai kewajiban yang sama untuk berbakti kepada kedua orang tuanya setelah Allah dan Rasulnya. Yang membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan adalah setelah menikah/berkeluarga, : Yang lebih Berhak atas Anak Laki-Laki yang Sudah Menikah adalah Ibunya (dan bapaknya), bukan istri atau anaknya, maka tetap wajib bagi anak laki-laki untuk berbakti dan patuh terlebih dulu kepada kedua orang tuanya, setelah Allah dan Rasulnya. Tetapi yang lebih berhak atas Anak Perempuan yang sudah menikah adalah Suaminya, maka seorang istri wajib berbakti mematuhi suaminya terlebih dahulu, setelah Allah dan Rasulnya.

-------------------

Tidak dibenarkan mengqadha shalat atau puasa kecuali puasa nadzar [Tamamul Minnah Takhrij Fiqih Sunnah hal. 427-428, cet. III Darul Rayah 1409H, lihat Ahkamul Janaiz oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal 213-216, cet. Darul Ma’arif 1424H]

[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=689&bagian=0
Sumber Bentuk-Bentuk Berbakti Kepada Orang Tua : http://alsofwah.or.id
http://blog.re.or.id/bentuk-bentuk-berbakti-kepada-orang-tua.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar